Selasa, Juli 15, 2008

Ketika Cinta Bertasbih, Novel Penggugah Jiwa

Subhanallah...mungkin satu kata itu bisa sedikit menggambarkan betapa saya mengagumi karya-karya Habiburrahman El Shirazy. Dari mulai Ayat-Ayat Cinta, Pudarnya Pesona Cleopatra, Dalam Mihrab cinta, dan sekarang lagi memboomingnya Ketika Cinta Bertabih, karena novel tersebut saat ini sedang dalam proses menuju layar lebar, dan tak ketinggalan casting untuk memperoleh 5 peran utama yaitu Azzam, Furqon, Anna, Eliana, dan Husna dalam film tersebut pun digelar diberbagai kota, salah satunya Jakarta. Saking antusiasnya saya terhadap karya-karya kang abik (panggilan akrab Habiburrahman El Shirazy, red), saya pun tak ketinggalan mengikuti audisi tersebut yang digelar di GOR Ragunan, Jakarta Selatan, Sabtu (12/7). (iseng-iseng bersertifikat hehehe…). Sayangnya, keberuntungan sedang tidak memihak kepada saya. Alhasil, saya pun tidak lolos dalam audisi tersebut. Tapi, itu semua tidak mengurangi kekaguman saya terhadap karya-karya beliau. Jujur, tidak ada sedikit pun rasa kecewa dalam diri saya ketika saya tidak lolos pada audisi tersebut (karena kembali pada niat awal, sekadar iseng-iseng hehehe…). Namun, jika kesempatan itu datang kepada saya, alangkah bahagianya. Saya, sebagai pengagum karya-karyanya bisa langsung mengapresiasikan diri saya dalam film yang akan dibuat, apalagi lokasi film tersebut bisa sampai Cairo, Mesir negara yang sangat saya impikan. Namun kembali lagi semua sudah ada yang mengatur.

Terakhir, ketika saya membaca novel Ketika Cinta Bertasbih, timbul dalam diri saya untuk terus memperbaiki diri, novel yang sangat dahsyat untuk membangkitkan semangat para kaum muslim muda yang ingin terus memperbaiki diri dan memahami arti Islam sesungguhnya.
Isi novel tersebut, mengingatkan saya ketika 5 tahun silam saya masih berada di pesantren, tepatnya Buntet Pesantren Cirebon selama 3 tahun. Suasana yang tergambar dalam novel Ketika Cinta Bertasbih 2 sangat ingin saya rasakan kembali, saat-saat seperti itu membuat saya menjadi seorang muslim yang sesungguhnya. Disiplin, teratur, hidup bermakna, amar ma’ruf nahi munkar (insyaAllah), terasa dekat dengan Allah, kekeluargaan yang islami membuat saya menitikkan air mata ketika saya membacanya. Sulit sekali rasanya, saya mencari suasana seperti itu kembali di tengah ibukota Jakarta.

Apalagi, saat membaca novel tersebut, banyak sekali pengalaman, kejadian,, kisah hidup, kitab-kitab, pengajian-pengajian, cara berinteraksi, ataupun istilah-istilah pesantren yang tidak asing di telinga saya. Seperti, selalu digubrak-gubrak saat subuh tiba, bangun diwaktu malam ketika semua orang terlelap tidur (Qiyamul Lail), Nadhom Imrithi, Fathul Qorib, Fathul Wahab, Tafsir Jalalain, Al Hikam, Nahwu, Shorof, dan masih banyak lagi. Sungguh! Kata-kata itu membuat saya kini merasa sangat jauh dengan-Nya.

Sekali lagi, subhanallah....Sungguh indah Islam itu! cinta yang digambarkan dalam islam juga sangat membuka hati saya untuk meyakini bahwa betapa pun kita mencari sosok yang sempurna, manusia tak ada yang sempurna! Betapa pun kita mengingkari bahwa orang tersebut bukan jodoh kita, namun orang tersebut pasti akan datang ke kita juga, dan perjuangan tanpa doa adalah sia-sia. Seperti motto hidup saya “Man Jadda wa jada,” siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil (insyaAllah).

Untuk itu, tidak ada ruginya kita membaca karya-karya kang abik, bahkan justru rugilah orang-orang yang belum membaca novel-novel karya sang sastrawan, dai, novelis muda kita, kang abik, karena di dalamnya sangat memotivasi kita untuk menjadi orang yang berguna, baik buat diri maupun orang lain.

Tak ada kata yang paling indah selain doa. Untuk itu, saya hanya bisa mendoakan kang abik, semoga senantiasa sukses berjuang berdakwah di jalan Allah dengan karya-karyanya! karena tidak semua orang diberi kelebihan sepertinya.



Tidak ada komentar: