Jurnalistik IISIP “Tebel Muka”
Berniat menghadiri seminar, ‘malahan’ dapat omongan yang kurang mengenakkan. ’JURNALISTIK’ setidaknya nama itulah yang membawa nama IISIP Tercinta menjadi salah satu icon institut yang berlatar belakang jurnalistik karena dulunya bernama Sekolah Tinggi Publisistik (STP). Tak heran, citra dalam sebuah instansi sangat berpengaruh terhadap kualitas orang-orang di dalamnya, termasuk mahasiswa IISIP nya sendiri, khususnya mahasiswa jurnalistik.
Dalam sebuah kesempatan, tepatnya Kamis, 22 Mei 2008, bertempat di Balai Sidang Djoko Soetono, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. Saya menghadiri Seminar Nasional mengenai Kebebasan Pers dan 10 Tahun Reformasi, alasan saya tertarik mengikuti seminar tersebut simpel, karena ada kata ”pers” dalam tema tersebut. Tidak hanya itu, pembicaranya pun sangat kompeten di bidangnya, diantaranya : Leo Batubara (Wakil Ketua Dewan Pers), Wikrama Irvans Abidin (Anggota Dewan Pers), dengan moderator Pangeran Ahmad Nurdin (Reporter SINDO). Satu hal yang selalu dicari mahasiswa (gratisan hehehe...).
Dalam hal ini, saya tidak akan membahas isi atau inti dari seminar tersebut karena mungkin kalian sebagai mahasiswa jurnalistik tahu betul mengenai kebebasan pers dan Undang-Undang yang mengaturnya.
Disini saya akan menjelaskan pernyataan yang dilontarkan salah satu dosen UI yang juga sebagai pembicara di seminar tersebut yang belum saya sebutkan tadi. Namanya Ade Armando. Dia adalah dosen komunikasi di UI (kalo ga salah).
Dimulai dari sesi pertanyaan, peserta diberi kesempatan oleh moderator untuk bertanya kepada semua pembicara yang ada di depan.
Saya tidak mau kehilangan kesempatan untuk bertanya langsung. Namun pada kesempatan pertama, saya lewat (artinya saya belum dapat kesempatan untuk bertanya). Setelah semua pertanyaan dijawab, sesi pertanyaan kembali dibuka. Lagi, saya tak mau kalah dengan peserta yang lain. Namun, lagi-lagi acungan tangan saya dilewatkan begitu saja, padahal jarak tempat duduk saya dekat dari moderator, diurutan kedua kursi paling depan. Begitu seterusnya sampai sesi pertanyaan terakhir. Saat itu, perasaan geram, saya tunjukkan kepada dua teman saya yang ikut dalam seminar tersebut. Namun, mereka berusaha memberi pengertian. Saya pun diam. Tapi yang jadi pertanyaan, kenapa kok yang nanya, semuanya anak UI?
Waktu menunjukkan pukul 17.00, saatnya semua pembicara memberi kesimpulan mengenai isi seminar dari yang mereka sampaikan.
Tiba saat Ade Armando (Dosen UI) memberi kesimpulan sebelum acara ditutup. Dalam ucapannya begini (maaf kalo ga mirip) : “Kebanyakan anak komunikasi (jurnalistik, red) itu manis-manis, dalam arti mereka itu mahasiswa yang tidak biasa di lapangan (bukan orang lapangan, red) alasannya males nunggu nara sumber, panas, dan sebagainya, tapi mereka nulisnya bagus-bagus, kualitasnya ada. Tapi banyak juga mahasiswa yang benar-benar kuat di lapangan (orang lapangan, red), mereka rela nunggu nara sumber sampe berjam-jam, dan panas-panasan. Kemudian sambil menebak-nebak, gaya bicaranya begini : apa itu nama kampusnya, yang di Lenteng Agung itu lho, kampus jurnalistik, oh iya IISIP, IISIP Jakarta. Itu jurnalistiknya ‘Tebel Muka’, jago di lapangan tapi nulisnya ga bagus, kualitasnya kurang”. Setidaknya itulah yang dikatakan dia saat itu.
Mendengar kata “Tebel Muka” serentak saya bersama dua teman saya kaget “Sialan!” (pantes ga seorang dosen menjelek-jelekkan kampus lain di ruang seminar secara blak-blakan?).
Sayang sekali saat itu waktu menunjukkan pukul 17.15, dan seminar pun akan ditutup, ditambah sholat Ashar belum dilaksanakan. Seandainya ada sedikit peluang waktu itu untuk saya bisa komplain, pasti akan saya lakukan!.
Perlu diingat bagi siapa saja yang menganggap remeh kampus Tercinta IISIP. Jangan gampang menganggap remeh orang atau apapun! Karena setiap orang punya kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Jangan pukul rata semuanya!.
Tidak semua mahasiswa UI berkualitas kan? Sama hal nya tidak semua mahasiswa IISIP tidak berkualitas kan? SETUJU????
Pesan buat Ade Armando : maaf, tidak bisa ngomong langsung. Tidak harus meremehkan kualitas almamater kampus lain untuk membanggakan kualitas kampus sendiri. Bener ga? PEACE PAK!
Lihat Andy F. Noya (mantan Pemimpin Redaksi Metro TV), beliau adalah salah satu jebolan IISIP yang patut kita acungkan jempol.
Makasih Bang Andy, sudah membawa nama baik IISIP Jakarta. Sukses terus!
Terimakasih sudah mau baca tulisan saya.
--Dewie, Jurnalistik IISIP Jakarta.
1 komentar:
Assalamu'alaikum,.. buat mba' Dewi tetep semangaT...! terLepas dari nama baik almamater mba' dewi yang sekarang, aku seneng ada juga alumni TK PELITA PUI PATROL, yang insya Allah jadi jurnalis professional masa depan.., hehehe.., iseng-iseng buka blog orang, eh dapet tulisan orang yang lagi dongkol karena almamaternya diremehin,, tenang aja mba',, gak perlu banyak ngomong. buktikan!! ISIIP lah yang berkualitas,.. keep cooL, keep spirit,.. terus bergerak, 'tebal muka' ga pa2 yang penting dompet juga ikutan tebal...
Posting Komentar